Ayo Daftarkan diri Anda..

Ayo Daftarkan diri Anda..
Ayo Daftarkan Diri Anda.. Klik Gambar di Atas..

Sabtu, 12 Maret 2022

JENIS-JENIS JERAT RANJAU HEWAN

 

 Jenis-Jenis Jerat

 

Groun Snare

 

 





 

 

Perangkap ini di buat pada jalur yang selalu binatang datang, untuk itu kita perlu tahu dan dapat membezakan jalan mana yang sering dilalui oleh binatang.

Jerat yang kuat atau menggunakan tali yang bagus seperti kabel, kawat senar pancing tebal dll.

 

Spring Snare

 

 


 

 

Perangkap ini menggunakan simpul geser (laso knot) pada tali perangkap. Umumnya untuk binatang yang berukuran kecil, seperti burung dapat digunakan perangkap tali sederhana yang diletakan di atas tanah ataupun digantung. Tali laso yang telah diberi umpan diikatkan pada dahan pohon atau batu yang berat. Sehingga apabila haiwan telah terjerat, tidak boleh pergi kemana-mana lagi.Perangkap ini baik untuk kancil atau binatang yang lebih besar seperti rusa.

 

Spring Deadfall Trap

 

 


 

 

 

Jenis perangkap ini memanfaatkan beban berat (batu atau bongkah kayu) untuk menimpa haiwan yang melintas di bawahnya. Prinsip kerjanya jika haiwan tersebut melintas atau mencuba memakan umpan, tanpa sengaja ia menyentuh sistem perangkap, kemudian beban tersebut jatuh menimpanya. perangakap ini sebaiknya digunakan untuk haiwan karnivor dan perosak seperti tikus

Perangkap lain yang ditujukan untuk menangkap binatang kecil lainya adalah perangkap menimpa. Perangkap ini memanfaatkan berat kayu untuk menindih. Model ini juga dikenal dengan nama Deadfall Snare. Yang diperlukan dalam pembuatan perangkap ini adalah :

a) Batang pohon besar ditumpukan pada kayu pohon lainya yang saling bergantung.

b) Kayu pohon penopang yang saling berhubungan dengan batang pohon besar dan jika salah satu tersenggol, maka yang lain akan jatuh dan menimpa.

c) Umpan yang diletakan dekat dengan kayu pohon penopang dan apabila tergerak, maka kayu pohon penopang akan bergeser sehingga batang pohon besar akan jatuh menimpa.

 


Spring Spear Trap

 

 


 

 

 

Perangkap mosel ini memanfaatkan;

a) Kelenturan dahan pohon.
b) Patok yang diberi lekukan dan dihubungkan dengan tali.
c) Tali laso yang lalu menghubungkan dahan pohon yang lentur dengan patok, sehingga apabila laso goyang maka tali pada patok akan lepas dan dahan pohon akan menarik, hingga akhirnya tali akan menjerat

 

Bird pole

 

Set perangkap ini dalam lokasi di mana burung-burung secara alami akan mencari sebagai tempat pendaratan.

 

Langkah Satu
Mempertajam kedua hujung tiang 6-kaki dan mengebor sebuah lubang kecil di dekat salah satu ujungnya.

Langkah Dua
Potong tongkat 6-inci-panjang yang longgar akan masuk ke lubang. Ikat batu
untuk kabel tipis dan lloloskan kabel melalui lubang di tiang, yang akan
membuat jerat tergelincir pada saat target mendarat pada jebakan.

Langkah Tiga
Ikat sebuah simpul jerat pada tali yang menghubungkan ke batu dan . Ketegangan harus terus dalam posisi. ketika sebuah burung terbang ke bawah dan bertenggek, ia akan menggantikan tongkat, dan batu akan jatuh, dan kaki nya akan tertangkap oleh loop atau simpul jerat melalui
lubang.

 

Perangkap yang menusuk (spear)

 

Perangkap ini bekerja dengan menangkapkan sesuatu yang tajam, hingga juga berbahaya bagi manusia.

 

Funnel Trap

 

 


 

 

Perangkap Ikan

Ini adalah perangkap ikan yang dibuat sebagai pengarah ikan atau memancing masuk ikan dalam perangkap sehingga ikan tersebut tidak dapat meloloskan diri.

Cara membuatnya adalah

Buat perangkap seperti corong dan kelilingi perangkap dengan batu. Buat celah yang cukup untuk ikan masuk kedalam. Agar ikan tidak dapat keluar letakan batang pohon di tengah celah seperti pada gambar

 

Trap Menggantung (Hanging Snare)

 

Perangkap model menggantung ini biasanya memanfaatkan :

a) Kelenturan dahan pohon.

b) Patok yang diberi lekukan dan dihubungkan dengan tali.

c) Tali laso yang lalu menghubungkan dahan pohon yang lentur dengan patok, sehingga apabila laso goyang maka tali pada patok akan lepas dan dahan pohon akan menarik, hingga akhirnya tali akan menjerat.

Perangkap ini ditujukan untuk menangkap binatang yang cukup besar seperti : kelinci, ayam, bebek, dan lain lain.

 


 

Trap

 

Tali Sederhana

Untuk binatang yang berukuran kecil, seperti burung dapat digunakan perangkap tali sederhana yang diletakan di atas tanah ataupun digantung. Tali laso yang telah diberi umpan diikatkan pada dahan pohon atau batu yang berat. Sehingga apabila hewan telah terjerat, tidak bisa pergi kemana-mana lagi.

 


Trap

 

Lubang Penjerat

Perangkap ini adalah modifikasi dari perangkap tali dan perangkap lubang. Perangkap ini terdiri dari :

a) Tali laso yang diikatkan pada dahan pohon yang kuat dan diletakan mendatar.

b) Lubang perangkap yang digali, kedalamannya disesuaikan dengan hewan yang akan ditangkap. Mulut lubang disamarkan dengan dedaunan dan laso diletakan di atas dedaunan tersebut.

c) Diberi umpan di atas dedaunan, ditengah laso.

 


Kombinasi

 

Trap Lubang dengan Trap Menimpa

Perangkap ini merupakan kombinasi bentuk lubang perangkap dan perangkap menimpa. Perangkap ini terdiri dari :

a) Batang pohon besar untuk menimpa mangsa.

b) Kayu pohon yang saling menopang.

c) Umpan.

d) Lubang perangkap lengkap dengan samarannya.

Cara kerjanya hampir sama dengan trap menimpa, tetapi ketika mangsa tertimpa batang, ia akan langsung masuk ke lubang.

 


 

Box Trap


 

 

 

 

Bowl Trap

 

 


 

Simple Bowl Trap

 

 




Model Jerat

Dalam kelas HSM225 yan lalu kami telah mempelajari cara-cara membuat perangkap atau lebih dikenali sebagai jerat,Disini saya bersertakan jenis-jenis jerat atau perangkap beserta dengan model

jerat yang telah kami siapkan dalam kelas HSM225 Rekreasi

 

 


 

Pandangan dari atas

 


 

Pandangan dari sudut

 


 

Pandangan dari hadapan

 

Membuat Perangkap (trap)

Keterampilan membuat perangkap sangat berguna dalam kegiatan di alam terutama dalam keadaan terdesak dan membutuhkan makanan (survival) karena makanan dari jenis hewan tidak mudah untuk didapatkan. Berikut ini saya coba ulas seputar perangkap :

 

 

1. Perangkap  pegas (spring trap)

 

Perangkap ini memanfaatkan;

a) Kelenturan dahan pohon.

b) Patok yang diberi lekukan (bisa juga dengan cara lain, lihat gambar) dan dihubungkan dengan tali.

c) Tali laso yang lalu menghubungkan dahan pohon yang lentur dengan patok, sehingga apabila laso goyang maka tali pada patok akan lepas dan dahan pohon akan menarik, hingga akhirnya tali menjerat hewan buruan


 

 


 


 


 


2. perangkap tipe beban

 

Sesuai namanya, perangkap jenis ini prinsip kerjanya adalah menjatuhkan benda berat ke hewan buruan saat hewan tersebut melintas dan menyentuh sistem perangkap. Benda tersebut bisa kayu besar ataupun batu besar.

Hal yang perlu di perhatikan adalah benda yang nantinya di jatuhkan harus cukup berat sehingga dapat membunuh hewan sekali jatuh atau paling tidak melukainya, lokasi perangkap, dan penggunaan umpan.


 


 


 



3. perangkap lubang

prinsip kerjanya sederhana, lubang pada tanah dilengkapi dengan tombak-tombak runcing dibagian dasar dan permukaan lubang tersebut ditutupi dengan ranting rapuh serta dedaunan. Saat hewan buruan melintas tepat diatasnya ranting-ranting tersebut akan patah dan hewan tersebut jatuh kedalam lubang dan tertusuk tombak-tombak runcing. Tips untuk perangkap model ini adalah, tempatkan pada daerah yang sering dilalui hewan buruan (observasi lebih dulu sob). Perangkap jenis ini bisa digunakan untuk hewan kecil seperti kelinci dan bahkan hewan besar seperti babi atau rusa sekalipun dengan menyesuaikan diameter serta kedalaman lubang perangkap tersebut. Anda juga bisa berimprofisasi pada perangkap ini dengan menambahkan umpan pada ranting-ranting penutupnya. Diperlukan tenaga lebih untuk penggalian lubang.


 


4. Perangkap menusuk (spear)

Prinsip kerja perangkap ini adalah dengan menancapkan sesuatu yang tajam (kayu runcing) pada hewan buruan.  Perangkap ini bisa digunakan baik hewan kecil seperti kelinci maupun hewan buruan besar seperti rusa dan babi dengan menyesuaikan ukurannya. Yang perlu diperhatikan untuk keamanan, pengguna harus berhati-hati untuk mengingat tempat pemasangan perangkap karena bisa berbahaya bagi diri sendiri.


 


 

 

 

   5. Perangkap Tali sederhana

Digunakan untuk binatang kecil hingga ukuran besar. Tali (gunakan tali kuat sob) yang sudah dibentuk laso diletakan dipermukaan tanah (menyesuaikan) lalu diberi umpan ditengah-tengah tali tersebut dan ikatkan ujung tali pada sesuatu yang berat/besar seperti kayu agar saat hewan sudah terikat, hewan tersebut tidak bisa kemana-mana.


 

6. Perangkap  getah (pulut) 

Perangkap jenis ini digunakan untuk menangkap burung. Prinsipnya adalah menggunakan getah lengket pada ranting yang digunakan barung untuk hinggap. Sehingga kaki burung tersebut akan menempel pada ranting/dahan. 

 


 

 

7. Perangkap Ikan 

macam-macam perangkap ikan :


 


 

 

 



Untuk mendapatkan ikan dengan cara memancing, tentu anda membutuhkan kail sebagai elemen penting dari sebuah alat pancing, nah anda juga dapat membuat kail dari benda-benda disekitar anda, berikut contohnya :


ALAT BERBURU

anda juga bisa membuat alat berburu menggunakan benda disekitar. 

 

-panah

bisa digunakan untuk berburu hewan apa saja dari jarak jauh, membutuhkan akurasi dalam penggunaannya.

 


 

-Ketapel

Digunakan untuk berburu burung dan mamalia kecil seperti bajing, tapi untuk membuatnya diperlukan karet atau sejenisnya sebagai pelontar.


 

-kayu untuk menangkap ular

hanya membutuhkan kayu panjang dengan ujung bercabang (seperti Huruf Y)


 

dan masih banyak lagi yang bisa kita gunakan untuk berburu hewan saat kondisi survival. semoga bermanfaat sobat !

 

Trap , Perangkap hewan , Jerat hewan , Cara membuat perangkap Hewan , cara membuat jebakan hewan 

 

Senin, 03 Januari 2022

MATERI MOUNTAINEERING

 



MATERI MOUNTAINEERING



MATERI MOUNTAINEERING

Secara bahasa arti kata Mountaineering adalah teknik mendaki gunung. Ruang lingkup kegiatan Mountaineering sendiri meliputi kegiatan sebagai berikut :

SEJARAH SINGKAT MOUNTAINEERING

Pendakian gunung sebenarnya telah dilakukan oleh para nenek moyang kita yang dimulai dengan bapak manuasia Nabi Adam AS yang menjelajahi bukit tursina untuk mencari cintanya Siti Hawa. Siti Hajar yang telah lintas dari bukit marwah ke bukit Safa ditemani dengan sherpa JIBRIL untuk mencari air bagi ismail yang lagi kehausan. Dan pendakian demi pendakian hingga saat ini masih terus berlangsung dan kelak (tak lama lagi ) giliran kalian untuk melanjutkan amanah menjaga kelanggengan kemanusian.

a. Sejarah Dunia

1942 : Anthoine de Ville memanjat tebing Mont Aiguille (2907 m) di pegunungan alpen untuk berburu chamois (Kambing gunung)

1624 : Pastor pastor Jesuit, melintasi pegunungan himalaya dari gharwal di Iindia ke Tibet menjalankan tugas misionarisnya

1760 : Professoe de Saussure menawarkan hadiah besar bagi siapa saja yang dapat menaklukkan puncak mont blanc guna kepentingan ilmiahnya.

1786 : Puncak tertinggi di pegunungan alpen Mont Blanc (4807 m) akhirnya dicapai oleh Dr. Michel Paccaro dan Jacquet Balmat.

1852: Batu pertama jaman keemasan dunia keemasan di Alpen diletakkan oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (3.708 m), cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga.

1852 : Sir George Everest, akhirnya menentukan ketinggian puncak tertinggi dunia, dan di abadikan dengan namanya (8.848 m), orang Nepal menyebut puncak ini dengan nama sagarmatha, orang tibet menyebutnya chomolungma.

1878 : Clinton Dent (bukan pepsoden) memnjat tebing Aigullie de dru di perancis yang memicu trend pemanjatan tebing yang tidak terlalu tinggi tetapi cukup curam dan sulit, banyak orang menganggap peristiwa ini adalah kelahiran panjat tebing

1895 : AF Mummery orang yang disebut sebagai bapak pendakian gunung modern hilang di Nanga Parbat (8.125 m), pendakian ini adalah pendakian pertama puncak di atas ketinggian 8.000 m

1924 : Mallory dan Irvina mencoba lagi mendaki Everest, keduanya hilang di ketinggian sekitar 8.400 m

1953 : Pada tanggal 29 mei Sir Edmund Hillary dan Sherpa Tenzing Norgay akhirnya mencapai atap dunia puncak everest.

b. Sejarah Indonesia

1623 : Yan Carstenz adalah orang pertama melihat adanya pegunungan sangat tinggi, dan tertutup salju di pedalaman irian

1899: Ekspedisi Belanda pembuat peta di Irian menemukan kebenaran laporan Yan Carstensz hampir 3 abad sebelumnya tentang “ … pegunungan yang sangat tinggi, di beberapa tempat tertutup salju!” di perdalaman Irian. Maka namanya diabadikan sebagai nama puncak yang kemudian ternyata merupakan puncak gunung tertinggi di Indonesia.

1962 : Puncak Carstenz akhirnya berhasil dicapai oleh tim pimpinan Heinrich Harrer.

1964 : Beberapa pendaki Jepang dan 3 orang Indonesia, yaitu Fred Athaboe, Sudarto dan Sugirin, yang tergabung dalam Ekspedisi Cendrawasih, berhasil mencapai Puncak Jaya di Irian. Puncak yang berhasil didaki itu sempat dianggap Puncak Carstensz, sebelum kemudian dibuktikan salah.

Puncak Eidenburg, juga di Irian, berhasil di daki oleh ekspedisi yang dipimpin Philip Temple.

Dua perkumpulan pendaki gunung tertua di Indonesia lahir : Wanadri di Bandung dan Mapala UI di Jakarta, lalu di susul oleh perkumpulan perhimpunan pencinta alam lainnya mulai dari, MPA,SISPALA, KPA, ERNIPALA, MODIPALA dan sebagainya

1972 : Mapala UI, diantaranya adalah Herman O. Lantang dan Rudy Badil, berhasil mencapai Puncak cartenz. Mereka merupakan orang-orang sipil pertama dari Indonesia yang mencapai puncak ini.

E. PERSIAPAN DALAM SEBUAH PERJALANAN

1. Dapat berpikir secara logis.

Ini adalah elemen yang terpenting dalam membuat keputusan selama pendakian, dimana cara berpikir seperti ini lebih banyak mempertimbangkan faktor safety atau keselamatannya.

2. Memiliki pengetahuan dan keterampilan.

Meliputi pengetahuan tentang medan ( navigasi darat) ,cuaca dan teknik pendakian , pengetahuan tentang alat pendakian atau pemanjatan dan sebagainya.

3. Dapat mengkoordinir tubuh kita.

Ø       koordinasi antara otak dengan anggota tubuh.

Ø       Haruslah terdapat keseimbangan antara apa yang dipikirkan di

Ø       Otak dan apa yang sanggup dilakukan oleh tubuh.

Ø       Keseimbangan antara emosi dan kemampuan diri.

Ø       Ketenangan dalam melakukan tindakan .

Ø       koordinasi antar anggota tubuh.

Ialah keseimbangan dan irama anggota tubuh itu sendiri dalam membuat gerakan-gerakan atau langkah- langkah ketika berjalan atau diam

4. kondisi fisik yang memadai.

Ini dapat dimengerti karena mendaki gunung termasuk dalam olahraga yang cukup berat . Seringkali berhasil tidaknya suatu pendakian / pemanjatan bergantung pada kekuatan fisik. Untuk mempunyai kondisi fisik yang baik dan selalu siap maka jalan satu-satunya haruslah berlatih.

5. Berdoa

Penyeberangan Basah

Ada beberapa teknik/tips dalam melakukan penyeberangan disungai :

Carilah Jembatan

Jika jembatan tidak ada jangan berharap ada yang mau buatkan jadi carilah daerah aliran sungai tak beriak, deras dan dalam biasanya semakin ke hulu aliran sungai seperti itu ada

Jika kalian menyeberangi sungai dan ada tali, ada yang tau berenang ada juga tidak maka itu yang tau berenang menyeberang kesebelah dengan diikat tali lalu tali tali itu di tambatkan sudah itu nyebrang mako

Pada saat menyeberang sungai kalian bisa membawa tongkat untuk menjaga keseimbangan dan juga berguna untuk mengukur kedalaman air

Ingatlah jika menyeberang sungai jangan pernah membelakangi arah arus air hadapilah walau itu deras karena kalian akan jauh lebih kokoh dan lintasan jalur yang kalian lalui ada baiknya diagonal begitupun jika kalian menyeberang secara tim

Selamat Mendaki !!!!!

1. Hill Walking/Hiking Penggiat Alam Bebas Perlu Miliki Beberapa Kemampuan

asa liburan biasanya digunakan oleh banyak anggota pencinta alam untuk mendaki gunung. Namun beberapa kali kita melihat atau mendengar musibah yang dialami para pendaki gunung. Banyak musibah menimpa para pendaki di gunung tertentu akibat hilang atau tersesat hingga menimbulkan kematian. Mengapa hal itu bisa terjadi?

Mendaki gunung sebagai kegiatan di alam bebas perlu disadari betul sebagai kegiatan yang berisiko tinggi. Sebab terjadi perubahan penyesuaian diri terhadap lingkungan yang kita datangi. Dari kehidupan di perkotaan yang nyaman dan aman dengan segala fasilitasnya, menuju lingkungan dengan kondisi yang ekstrem. Biasanya kita bermukim di rumah yang nyaman dan sejuk, terhindar dari panasnya matahari, dinginnya malam dan hujan serta tidur di ranjang yang empuk dengan selimut yang menghangatkan. Belum lagi dengan makanan dan minuman yang cepat tersedia dari para pembantu di rumah maupun di tempat jajanan.

Semua itu akan berubah drastis jika kita mendaki gunung. Perbekalan selama mendaki kita bawa dalam ransel yang berat termasuk peralatan dan perlengkapan lainnnya. Tenda untuk berteduh harus didirikan untuk menghindari dinginnya suhu di ketinggian serta angin dan hujan yang sewaktu-waktu datang dengan tiba-tiba. Makanan dan minuman juga harus diolah terlebih dahulu sebelum kita menikmatinya. Belum lagi dengan kondisi lingkungan dalam perjalanan. Hutan yang lebat serta jalan yang menanjak dan tak jarang kita harus melewati pinggiran tebing dengan jurang yang dalam. Dengan situasi seperti itu jelas diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang sebelum kita mendaki gunung dengan nyaman.

Seorang pakar pendidikan alam terbuka, Collin Mortlock, mengatakan bahwa para penggiat alam bebas harus memiliki beberapa kemampuan dalam berkegiatan. Kemampuan itu adalah kemampuan teknis yang yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efisiensi penggunaan perlengkapan. Sebagai contoh, pendaki harus memahami ritme berjalan saat melakukan pendakian, menjaga keseimbangan pada medan yang curan dan terjal sambil

membawa beban yang berat serta memahami kelebihan dan kekurangan dari perlengkapan dan peralatan yang dibawa serta paham cara penggunaannya.

Lalu, kemampuan kebugaran yang mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuh terhadap tekanan lingkungan alam. Berikutnya, kemampuan kemanusiawian. Ini menyangkut pengembangan sikap positif ke segala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi/kemauan, percaya diri, kesabaran, konsentrasi, analisis diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.

Seorang pendaki seharusnya dapat memahami keadaan dirinya secara fisik dan mental sehingga ia dapat melakukan kontrol diri selama melakukan pendakian, apalagi jika dilakukan dalam suatu kelompok, ia harus dapat menempatkan diri sebagai anggota kelompok dan bekerja sama dalam satu tim.

Tak kalah penting adalah kemampuan pemahaman lingkungan. Pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan spesifik. Wawasan terhadap iklim dan medan kegiatan harus dimiliki seorang pendaki. Ia harus memahami pengaruh kondisi lingkungan terhadap dirinya dan pengaruh dirinya terhadap kondisi lingkungan yang ia datangi.

Keempat aspek kemampuan tersebut harus dimiliki seorang pendaki sebelum ia melakukan pendakian. Sebab yang akan dihadapi adalah tidak hanya sebuah pengalaman yang menantang dengan keindahan alam yang dilihatnya dari dekat, tetapi juga sebuah risiko yang amat tinggi, sebuah bahaya yang dapat mengancam keselamatannya.

IGN FERRY IRAWAN sumber: Suara PembaruanPERLENGKAPAN PRIBADI

1. Sepatu, ada beberapa tipe sepatu yang dirancang khusus untuk berbagai jenis perjalanan. Sepatu yang baik adalah yang dapat memberikan perlindungan bagi kaki dan cocok untuk jenis perjalanan.

2. Pakaian, harus dapat melindungi si pemakai dari gangguan medan dan cuaca. Meliputi pakaian untuk kepala, badan, tangan dan kaki.

3. Perlengkapan tambahan, meliputi bekal makanan / minuman, senter, pisau, perlengkapan menginap / tidur, dll.

PERLENGKAPAN TEKNIK

1. Tali (Rope)

Tali yang dipergunakan dalam pendakian / pemanjatan tebing (climbing rope) bersifat fleksible, elastis dan tahan terhadap beban yang berat. Diameter tali berkisar antara 11, 10 dan 9 mm. Kemampuan menahan beban berkisar antara 1.360 s/d 2.720 kg. Yang biasa digunakan ada dua jenis yaitu : Hawser laid dan Kernmantel.

2. Helmet / Crash Hat

Berfungsi sebagai pelindung kepala terhadap benturan benda keras.

3. Harness

Tali tubuh yang berfungsi sebagai sabuk pengaman.

4. Carabineer

Carabineer adalah cincin kait yang berbentuk oval atau D dan mempunyai gate / pintu, terbuat dari allumunium alloy dan mempunyai kekuatan antara 1.500 – 3.500 kg. Carabineer ini ada dua jenis, yaitu : screw gate (berkunci) dan snape gate (tidak berkunci).

5. Sling

Sling terbuat dari webbing tubular. Panjang sekitar 1,5 m dengan lebar 2,5 cm dibentuk menjadi sebuah loop (lingkaran) yang dihubungkan dengan simpul pita.

PERENCANAAN PERLENGKAPAN PERJALANAN :

Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalanan terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah :

1. Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)

2. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR,

3. Mengetahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan,

4. Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban

5. Memperhatikan hal-hal khusus (misalnya : obat-obatan tertentu)

Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi beratnya tidak melebihi sepertiga berat badan (sekitar 15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan mengangkat beban sampai 30 kg.

Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan medannya, yaitu :

1. Perjalanan pendakian gunung

2. Perjalanan menempuh rimba

3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa

4. Perjalanan penelusuran gua

5. Perjalanan pelayaran

Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan perlengkapannya sebagai berikut :

1. Perlengkapan dasar, meliputi :

o Perlengkapan dalam perjalanan / pergerakkan

o Perlengkapan untuk istirahat

o Perlengkapan makan dan minum

o Perlengkapan mandi

o Perlengkapan pribadi


2. Perlengkapan khusus, disesuaikan dengan perjalananan, misalnya

o Perlengkapan penelitian (kamera, buku, dll)

o Perlengkapan penyusuran sungai (perahu, dayung, pelampung, dll)

o Perlengkapan pendakian tebing batu (carabineer, tali, chock, dll)

o Perlengkapan penelusuran gua (helm, headlamp/senter, harness, sepatu karet, dll)

3. Perlengkapan tambahan

Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya : semir, kelambu, gaiter, dll).

Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu perjalanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan check-list terlebih dahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak.

Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan perlengkapan dan perbekalan mana saja yang dibawa dari rumah atau titik keberangktan, dan perlengkapan atau perbekalan mana saja yang bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita.

(Sumber : Buku Panduan Pedoman Mendaki Gunung & Penjelajahan Rimba/EAT&E – EAST 2003

Mendaki gunung adalah suatu olah raga keras, penuh petualangan dan membutuhkan keterampilan, kecerdasan, kekuatan serta daya juang yang tinggi. Bahaya dan tantangan merupakan daya tarik dari kegiatan ini. Pada hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah untuk menguji kemampuan diri dan untuk bisa menyatu dengan alam. Keberhasilan suatu pendakian yang sukar, berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan diri sendiri.

Di Indonesia, kegiatan mendaki gunung mulai dikenal sejak tahun 1964 ketika pendaki Indonesia dan Jepang melakukan suatu ekspedisi gabungan dan berhasil mencapai puncak Soekarno di pegunungan Jayawijaya, Irian Jaya (sekarang Papua). Mereka adalah Soedarto dan Soegirin dari Indonesia, serta Fred Atabe dari Jepang. Pada tahun yang sama, perkumpulan-perkumpulan pendaki gunung mulai lahir, dimulai dengan berdirinya perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung WANADRI di Bandung dan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) di Jakarta, diikuti kemudian oleh perkumpulan-perkumpulan lainnya di berbagai kota di Indonesia.

JENIS PERJALANAN / PENDAKIAN

Mountaineering dalam arti luas adalah suatu perjalanan, mulai dari hill walking sampai dengan ekspedisi pendakian ke puncak-puncak yang tinggi dan sulit dengan memakan waktu yang lama, bahkan sampai berbulan-bulan.

Menurut kegiatan dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering terbagi menjadi tiga bagian :

1. Hill Walking / Fell Walking

Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai dan yang tidak atau belum membutuhkan peralatan-peralatan khusus yang bersifat teknis.

2. Scrambling

Pendakian pada tebing-tebing batu yang tidak begitu terjal atau relatif landai, kadang-kadang menggunakan tangan untuk keseimbangan. Bagi pemula biasanya dipasang tali untuk pengaman jalur di lintasan.

3. Climbing

Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik khusus. Peralatan teknis diperlukan sebagai pengaman. Climbing umumnya tidak memakan waktu lebih dari satu hari.

Bentuk kegiatan climbing ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Rock Climbing

Pendakian pada tebing-tebing batu yang membutuhkan teknik pemanjatan dengan menggunakan peralatan khusus.

b. Snow & Ice climbing

Pendakian pada es dan salju.

4. Mountaineering

Merupakan gabungan dari semua bentuk pendakian di atas. Waktunya bisa berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Disamping harus menguasai teknik pendakian dan pengetahuan tentang peralatan pendakian, juga harus menguasai manajemen perjalanan, pengaturan makanan, komunikasi, strategi pendakian, dll.

KLASIFIKASI PENDAKIAN

Tingkat kesulitan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, tergantung dari pengembangan teknik-teknik terbaru. Mereka yang sering berlatih akan memiliki tingkat kesulitan / grade yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang baru berlatih.

Klasifikasi pendakian berdasarkan tingkat kesulitan medan yang dihadapi (berdasarkan Sierra Club) :

Kelas 1 : berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki khusus (walking).

Kelas 2 : medan agak sulit, sehingga perlengkapan kaki yang memadai dan penggunaan tangan sebagai pembantu keseimbangan sangat dibutuhkan (scrambling).

Kelas 3 : medan semakin sulit, sehingga dibutuhkan teknik pendakian tertentu, tetapi tali pengaman belum diperlukan (climbing).

Kelas 4 : kesulitan bertambah, dibutuhkan tali pengaman dan piton untuk anchor/penambat (exposed climbing).

Kelas 5 : rute yang dilalui sulit, namun peralatan (tali, sling, piton dll), masih berfungsi sebagai alat pengaman (difficult free climbing).

Kelas 6 : tebing tidak lagi memberikan pegangan, celah rongga atau gaya geser yang diperlukan untuk memanjat. Pendakian sepenuhnya bergantung pada peralatan (aid climbing).

SISTEM PENDAKIAN

1. Himalayan System, adalah sistem pendakian yang digunakan untuk perjalanan pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu. Sistem ini berkembang pada pendakian ke puncak-puncak di pegunungan Himalaya. Kerjasama kelompok dalam sistem ini terbagi dalam beberapa tempat peristirahatan (misalnya : base camp, flying camp, dll). Walaupun hanya satu anggota tim yang berhasil mencapai puncak, sedangkan anggota tim lainnya hanya sampai di tengah perjalanan, pendakian ini bisa dikatakan berhasil.

2. Alpine System, adalah sistem pendakian yang berkembang di pegunungan Alpen. Tujuannya agar semua pendaki mencapai puncak bersama-sama. Sistem ini lebih cepat, karena pendaki tidak perlu kembali ke base camp, perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan cara terus naik dan membuka flying camp sampai ke puncak.

PERSIAPAN BAGI SEORANG PENDAKI GUNUNG

Untuk menjadi seorang pendaki gunung yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara lain :

1. Sifat mental.

Seorang pendaki gunung harus tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan di alam terbuka. Tidak mudah putus asa dan berani, dalam arti kata sanggup menghadapi tantangan dan mengatasinya secara bijaksana dan juga berani mengakui keterbatasan kemampuan yang dimiliki.

2. Pengetahuan dan keterampilan

Meliputi pengetahuan tentang medan, cuaca, teknik-teknik pendakian pengetahuan tentang alat pendakian dan sebagainya.

3. Kondisi fisik yang memadai

Mendaki gunung termasuk olah raga yang berat, sehingga memerlukan kondisi fisik yang baik. Berhasil tidaknya suatu pendakian tergantung pada kekuatan fisik. Untuk itu agar kondisi fisik tetap baik dan siap, kita harus selalu berlatih.

4. Etika

Harus kita sadari sepenuhnya bahwa seorang pendaki gunung adalah bagian dari masyarakat yang memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku yang harus kita pegang dengan teguh. Mendaki gunung tanpa memikirkan keselamatan diri bukanlah sikap yang terpuji, selain itu kita juga harus menghargai sikap dan pendapat masyarakat tentang kegiatan mendaki gunung yang selama ini kita lakukan.

(Sumber : Buku Panduan Pedoman Mendaki Gunung & Penjelajahan Rimba/EAT&E – EAST 200


Hill walking atau yang lebih dikenal sebagai hiking adalah sebuah kegiatan mendaki daerah perbukitan atau menjelajah kawasan bukit yang biasanya tidak terlalu tinggi dengan derajat kemiringan rata-rata di bawah 45 derajat. Dalam hiking tidak dibutuhkan alat bantu khusus, hanya mengandalkan kedua kaki sebagai media utamanya. Tangan digunakan sesekali untuk memegang tongkat jelajah (di kepramukaan dikenal dengan nama stock atau tongkat pandu) sebagai alat bantu. Jadi hiking ini lebih simpel dan mudah untuk dilakukan

2..scrambling.

Dalam pelaksanaannya, scrambling merupakan kegiatan mendaki gunung ke wilayah-wilayah dataran tinggi pegunungan (yang lebih tinggi dari bukit) yang kemiringannya lebih ekstrim (kira-kira di atas 45 derajat). Kalau dalam hiking kaki sebagai ‘alat’ utama maka untuk scrambling selain kaki, tangan sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang atau membantu gerakan mendaki. Karena derajat kemiringan dataran yang lumayan ekstrim, keseimbangan pendaki perlu dijaga dengan gerakan tangan yang mencari pegangan. Dalam scrambling, tali sebagai alat bantu mulai dibutuhkan untuk menjamin pergerakan naik dan keseimbangan tubuh.

Berbeda dengan hiking dan scrambling, level mountaineering yang paling ekstrim adalah climbing! Climbing mutlak memerlukan alat bantu khusus seperti karabiner, tali panjat, harness, figure of eight, sling, dan sederetan peralatan mountaineering lainnya. Kebutuhan alat bantu itu memang sesuai dengan medan jelajah climbing yang sangat ekstrim. Bayangkan saja, kegiatan climbing ini menggunakan wahana tebing batu yang kemiringannya lebih dari 80 derajat! Ouhhh…

Nah, tentu saja mountaineering ini cukup menantang untuk digeluti… selain wahana kegiatannya yang berada di daerah ketinggian pegunungan yang diwarnai dengan tebing lembah, ngarai, ceruk, sungai, dan panorama tiada tara, untuk melakoni mountaineering ini tentu saja dibutuhkan kesiapan fisik yang mantap

Secara garis besarnya untuk melakoni mountaineering pastikan tubuh kalian dalam kondisi sehat, fit, dan stamina oke. Untuk itu olahraga teratur sangat mutlak. Selain itu, kau harus bebas dari semua phobia akan hal-hal yang berkaitan dengan tempat-tempat tinggi dan punya kesiapan rencana yang mantap!

Peralatan dasar kegiatan alam bebas seperti :

ransel, vedples (botol air), sepatu gunung, pakaian gunung, tenda, misting (rantang masak outdoor), kompor lapangan, topi rimba, peta, kompas, altimeter, pisau, korek, senter, alat tulis, dan matras mutlak dibutuhkan selain alat bantu khusus mountaineering seperti tali houserlite/kernmantel, karabiner, figure of eight, sling, prusik, bolt, webbing, harness, dan alat bantu khusus lainnya yang dibutuhkan sesuai level kegiatannya.

2. Climbing

Climbing adalah olah raga panjat yang dilakukan di tempat yang curam atau tebing. Tebing atau jurang adalah formasi bebatuan yang menjulang secara vertikal. Tebing terbentuk akibat dari erosi. Tebing umumnya ditemukan di daerah pantai, pegunungan dan sepanjang sungai. Tebing umumnya dibentuk oleh bebatuan yang yang tahan terhadap proses erosi dan cuaca.

Di dalam arti yang sebenarnya memang climbing itu panjat tebing. Tetapi banyak pula orang mengartikan bukan hanya panjat saja dalam kegiatan climbing ini melainkan juga Repling (turun tebing), Pursiking (naik tebing dengan menggunakan tali pursik) dan lain-lain.

Biasanya orang melakukan pemanjatan tebing ini dilakukan dengan konsentrasi yang tinggi, kekuatan tangan, kekuatan kaki, keseimbangan tubuh dijadikan tolak ukur dalam melakukan pemanjatan ini. Panjat tebing bukan hanya di alam tetapi kita bisa di tebing buatan (woll-climbing).

Dalam divisi climbing ini sangatlah mengharapkan peran lembaga STTA dalam melancarkan kegiatannya, yaitu adanya pembuatan woll-climbing. Didalam pembuatan wool-climbing memang memerlukan dana yang cukup besar. Maka dari itu Palastta mengharapkan kerjasama dari pihak manapun untuk dapat bekerja sama dalam pembuatan wool-climbing ini.

3. Rock Climbing

Rock Climbing adalah olah raga fisik dan mental yang mana selalu membutuhkan kekuatan, keseimbangan, kecepatan, ledakan-ledakan tenaga yang didukung dengan kemampuan mental para pelakunya. Ini adalah kegiatan yang sangat berbahaya dan dibutuhkan pengetahuan dan latihan. Olah raga ini juga menggunakan alat-alat panjat yang sangat krusial dan rawan, tetapi dengan teknik dan pengetahuan yang benar, olah raga ini sangat aman untuk dilakukan.

Ice and Snow Climbing

Ice and Snow Climbing adalah olah raga fisik dan mental yang mana selalu membutuhkan kekuatan, keseimbangan, kecepatan, ledakan-ledakan tenaga yang didukung dengan kemampuan mental para pelakunya. Ini adalah kegiatan yang sangat berbahaya dan dibutuhkan pengetahuan dan latihan. Olah raga ini juga menggunakan alat-alat panjat yang sangat krusial dan rawan, tetapi dengan teknik dan pengetahuan yang benar, olah raga ini sangat aman untuk dilakukan.


Seorang awam (tidak memiliki cukup penagalaman di hutan dan gunung) mungkin segera akan menilai bahwa bahaya dihutan adalah sbb :

`Hutan dan gunung adalah wilayah berkeliarannya binatang-binatang buas pemangsa yang setiap detik siap memangsa manusia yang memasuki wilayahnya. Tumbuh-tumbuhan yang lebat saling berbelit dan rimbunnya dedaunan akan menghambat sinar matahari dan menimbulkan kegelapan yang segera akan menyesatkan arah perjalanan kita. Legenda tentang batang kayu besar yang tumbang serta dipenuhi lumut dan ketika seseorang menancapkan lumut atasnya segera menyemburlah darah. Dan batang kayu itu menggeliat; ternyata batang kayu itu adalah tubuh seekor ular yang sangat besar yang segera akan marah dan menelan manusia yang menyakitinya. Bayang-bayangan sejenis itu adalah wajar dimiliki oleh seorang awam. Sebagian ada benarnya tapi sebagian lagi adalah hal-hal yang sangat dilebih-lebihkan’

Tetapi bagi orang yang telah berpuluh-puluh kali mengalami perjalanan di hutan dan gunung ternyata sebahagian besar belum pernah bertemu dengan binatang buas seperti yang ditakautkan (walau mengkin sesungguhnya salah seorang dari mereka pernah bertemu, tetapi binatangnya buas itu segera menghindar karena mendengar suara manusia sehingga tak terlihat). Penagalaman2 yang lebih pasti dialaminya adalah mereka pasti selalu bertemu debgan nyamuk-nyamuk yang berusaha menghisap darahnya. Seandainya salah seekor nyamuk yang menggigitnya berpotensi menularkan malaria, demam berdarah ataupun penyakit kaki gajah, tentu saja hal ini sudah merupakan potensi bahaya yang dapat berakibat sama fatalnya dengan serangan binatang buas. Hujan, angin, dan udara dingin adalah contoh lain dari hambatan-hambatan yang paling sering ditemui, dimana bila menjadi extreme dapat menjadi bahaya atau potensi bahaya yang tidak kalah fatalnya. Banyak lagi hal-hal lain yang karena mungkin belum pernah dialami atau terlihat dapat menjadi potensi bahaya, menjadi terabaikan. Atau mungkin juga sesuatau hal yang dilingkungan kehidupan normal dapat dianggap hal yang biasa terjadi dikarenakan fasilitas-fasilitas pendukung yang memadai, tidak disadri dapat merupakan bahaya atau berpotensi menjadi bahaya fatal dalam perjalanan di hutan dan gunung : misalnya luka-luka kecil yang bisa terkena infeksi bila tidak terawat dengan baik.

Tentu saja membahas bentuk-bentuk bahaya yang mungkin dihadapi di hutan fdan gunung dengan cara diatas akan menjadi bertele-tele, berbelit dan sangat tidak sistematis. Untuk itu marilah kita mencoba membahas secara lebih sistematis bahaya-bahaya yang mungjkin kita hadapi di hutan dan gunung.

Pengelompokan Bahaya di Hutan dan Gunung


Bila kita kelompokan bahaya di hutan dan gunung dapat kita simpulkan sebagai berikut :

1. Bahaya Obyektif : Segala bentuk bahaya atau potensi bahaya yang ditimbulkan oleh objek hutan dan gunung itu sendiri dan segala sesuatu yang berada dilingkungannya

2. Bahaya Subyektif : Segala bentuk bahaya dan atau potensi bahaya yang diawali atau ditimbulkan oleh pelaku dalam segala bentuk perilaku, tindakan dan pengambilan keputusan baik sebelum ataupun saat ia berkegiatan di hutan dan gunung.

3. Nasib Buruk dan Nasib Baik : segala bentuk bahaya dan atau potensi bahaya yang pada dasarnya diluar perhitungan ataupun pertimbangan pelakunya, dan bersifat sama sekali tidak terduga. Umumnya sangat jarang terjadi. Nasib Buruk akan langsung dirasakan oleh pelaku sebagai potensi bahaya ataupun bahaya. Nasib Baik bila tidak secara bijak diterima sebagai sebentuk pengalaman tentang keberuntungan, dapat menjadi sebentuk sikap berfikir yang dapat menjadi potensi dan atau bahaya disaat mendatang.

Kelompok-kelompok Bahaya di Hutan dan Gunung.

1. Bahaya Objectif

a) Kondisi Bentuk Permukaan Bumi (Terrain); Apakah Terrain berpemukaan: datar, curam, patahan-patahan, tonjolan-tonjolan dan gabungan dari beberapa bentuk. Masing-massing memiliki bahaya sendiri-sendiri. Apakah kondisi permukaan itu terbentuk oleh tanah padat, gembur, berair, becek, rawa, sungai, pasir, kerikil bulat, krikil tajam, batuan lepas, batuan padat dan serterusnya. Masing- masing juga memeiliki sifat-sifat tersendiri yang tentunya memeiliki potensi-potensi bahaya.

b) Bentuk-bentuk Kehidupan (living Form);

• Kehidupan Binatang: Mulai kehidupan Micro organisme yang sederhana hingga binatang-binatang besar dapat menjadi potensi bahaya. Secara umum potensi itu adalah :

- Dapat menimbulkan penyakit.

- Dapat menularkan penyakit.

- Beracun bila menyengat, bersentuhan atau menggigit.

- Beracun bila dimakan.

- Karena ukurannya besar dapat berbahaya bila menyerang.

- Binatang besar pemangsa.

- Minimbulkan/mengeluarkan zat-zat kimia yang membuat sangat tidak nyaman.

• Tumbuh-tumbuhan

Potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh tumbuhan adalah : ‘

- Kerapatan tumbuhan dapat menghambat dan mencederai kita dalam pergerakan.

- Kerapatan tumbuhan dapat menghambat jarak dan keleluasaan pandangan (visibility) sehingga menyulitkan orientasi.

- Mempunyai duri-duri atau getah beracun yang dapat mencederai kita.

- Mengandung racun bila dimakan.

Tetapi harus dicatat, dalam situasi survival ada tidaknya binatang dan tumbuhan yang dapat kita manfaatkan juga merupakan problem bagi kita untuk sumber makakan, shelter, bahan bakar, perlengkapan pengganti dll.

c) Iklim dan Cuaca

Iklim yang merupakan gambaran umum musim-musim yang terjadi disuatu daerah tertentu dalam periode waktu satu tahun mungkin lebih mudah doiperkirakan. Tetapi cuaca yang berkaitan dengan: temperatur, kelembaban dan pergeerakan udara akan lebih sulit diperkirakan. Ketiga hal itu sangat berkaitan dengan kemampuan tubuh kita yang mempunyai keterbatasan untuk dapat berfungsi normal. Hal-hal yang dapat menjadi potensi bahaya dari kondisi cuaca adalah :

• Temprertur Tinggi, yang berkaitan debngan terik matahari dapat menyebabkan Heatstroke dan Sunstroke.

• Temperature rendah, basah, angin, dan kombinasinya dapat menyebabkan Hypotermia.

• Basah terus-menerus dapat menyebabkan bagian telapak kaki mengalami Water immersion foot (seperti kena kutu air). Akan mudah lecet dan peluang terinfeksi menjadi lebih besar.

• Potensi-potensi bahaya lain yang diakibatkan oleh cuaca misal: angin yang sangat besar dapat mematahkan batang2 pohon besar yang bisa mencederai kita, curah hujan yang tinggi dapat menghambat pergerakan dan jarak pandang. Curah hujan yang sangat extreme mempunyai potensi bahaya tersendiri. Demikian juga kekeringan yang extreme

d) Ketinggian

Tinggi rendahnya suatu tempat dari atas permukaan laut, akan berkaitan dengan besarnya tekanan udara di tempat itu. Disekitar ketinggian sejajar dengan permukaan laut tekanan udara besarnya kurang lebih 1 Atmosfir (atm), pada 500 Meter Diatas Permukaan Laut (mdpl) tekanan udaranya hanya kurang lebih 50%nya. Besarnya tekanan disebabkan massa udara yang lebih besar. Dengan kata lain materi yang membentuk udara lebih banyak. Makin kecil tekanannya, makin sedikit materi yang membentuknya. Oksigen yang kita butuhkan ada kurang lebih 20% dari materi yang membentuk udara. Dengan demikian makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut makin sedikit jumlah oksigen dari setiap liter yang terhisap paru-paru kita. Tubuh kita membutuhkan waktu untuk beraklimatisasi dengan kondisi ini. Kurangnya waktu aklimatisasi dapat menimbulkan gangguan pada kesehatan tubuh kita, yaitu apa yang disebut Mountain Sickness, yang bila berlanjut dari kondisi Hypoxia dapat berkembang menjadi Pulmonaryedema dan atau Cerebraledema. Bahkan diatas ketinggian yang berkisar mulai diatas 5000 mdpl, tubuh kita tidak mampu beraklimatisasi secara permanaen. Hanya dalam batasan waktu tertentu tubuh kita dapat bertahan. Daerah diatas ketinggian itu sering juga disebut “Death Zone” dimana tidak ada makhluk hidup yang dapat beraklimatisasi permanent disana. (Can u follow it…?)

e) Besaran Jarak dan Waktu

Besarnya jarak biasanya berkaitan dengan lamanya waktu tempuh, walau tingkat kesulitan medan (berkaitan dengankondisi Terrain, Living Form, Iklim dan cuaca, ketinggian) ikut berpengaruh. Secara sederhana dapat dilihat bahwa makin besar jarak dan waktu makin rumit rencana perjalan yang harus kita buat. Banyak masalah- masalah yang harus kita pertimbangkan seperti misalnya : masalah perbekalan, navigasi, kesehatan, shelter, peralatan, tekanan- tekanan/stress (fisik dan psikis) yang mungkin dialami dst. Makin rumit rencana perjalanan yang harus kita pertimbangkan, ada kemungkinan makin besar faktor-faktor kesalahan yang terjadi. Faktor- faktor kesalahan yang ini dapat berkembang pada pelaksanaanya menjadi potensi bahaya.

f) Kondisi Akibat/Pengaruh

Yang dimaksud dengan kondisi akibat atau pengaruh adalah suatu kondisi yang pada umumnya/biasanya tidak merupakan potensi bahaya, tetapi akibat pengaruh tertentu menjadikannya sebagai potensi atau bahaya. Beberapa contoh misalnya :

- Adanya bangkai binatang besar diatas aliran sungai yang sangat jernih dihutan atau digunung yang kita gunakan sebagai sumber air.

- Adanya ganggang beracun pada genangan air tetrentu yang kita anggap sebagai sumber air yang baik.

- Munculnya gas beracun di wilayah gunung berapi dimana biasanya wilayah tersebut aman. Hal ini mungkin akibat aktivitas gunung berapi beraktivitas diluar normalnya.

- Jenis-jenis ikan tertentu yang biasanya tidak beracun menjadi ikan beracun bila dikonsumsi akibat adanya kandungan mineral tertentu atau micro organisme tertentu diperairan habitatnya.

- Dan contoh lainnya.

g) Kondisi Sosial Budaya

“Lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain pula ikannya”, demikian kata peribahasa. Setiap daerah memang memiliki adat-istiadat tersendiri. Kesalahan kita dalam menghargai adat istiadat setempat dapat menimbulkan kesalahpahaman. Rasa tidak suka, penolakan terhadap kehadiran kita akan menimbulkan ketidaknyamanan dan atau rasa tidak aman pada diri kita. Hal ini bila berlanjut dapat menjadi potensi bahaya yang tidak jarang pula menjadi bahaya. Tidak jarang pula masyarakat pedalaman yang akan merasa tidak aman bila wilayahnya dimasuki orang asing. Bagi kita sikap mereka sering kita anggap agresif, yang sesungguhnya itu adalah manifestasi dari rasa tidak aman itu. Pendekatan yang cermat perlu kita lakukan agar situasi itu tidak menjadi potensi bahaya.

2. Bahaya Subjektif

a. Kondisi Kebugaran (fitness)

Subject : Berkegiatan di alam terbuka dalam tingkatan tertentu menuntut kebugaran tubuh pelakunya. Tidak saja sitem peredaran darahnya (cardios culary), metabolisme tubuh, kekuatan otot-ototnya, tetapi juga daya pertahanan tubuhnya terhadap perubahan-perubahan cuaca (berkaitan dengan temperatur, kebasahan angin). Sering juga berkegiatan di gunung dan hutan mengharuskan kita melakukan irama dan siklus kehidupan yang tidak teratur. Atau setidaknya tidak sebagaimana pada kehidupan kita sehari-hari. Situasi dan kondisi ini dapat menjadi potensi bahaya apabila kebugaran tubuh pelaku tidak dapat memenuhi sebagaimana yang dituntut kegiatan itu.

b. Kondisi Kemampuan Tekhnis (Technical Skills)

Subyek : Sebentuk pengetahuan dan keterampilan tekhnis tentu saja dituntut dalam berkegiatan di gunung dan hutan. Keterampilan untuk dapat bergerak dengan efisien serta efektif, mengontrol keseimbangan dan irama gerak tubuh serta beristirahat secara efektif tapi efisien. Hal ini juga harus ditunjang dengan pengetahuah apa saja, peralatan pembantu yang dibutuhkan secara tepat, serta penggunaanya secara benar untuk membantunya bergerak atau beristirahat. Pengetahuan dan keterampilan menjaga kesehatan, kebugaran tubuh dan bagaimana mengatasi bila tergangu juga dituntut. Tidak mendukungnya kemampuan tekhnis pelaku, akan menjadi sebentuk potensi bahaya.

c. Kondisi Kemampuan Kemanusiaan (Human Skills)

Sebentuk kondisi kemampuan kemanusiaan juga dituntut dalam berkegiatan di alam bebas. Apa yang sering kita dengar sebagai mental yang kuat dan emosi yang stabil itu yang dituntut. Tetapi uraian dari mental yang kuat itu sendiri jarang kita dengar. Pengertian mental itu sendiri adalah bagaimana “sikap berfikir kita dalam mengontrol aksi gerak tubuh/tindakan kita”. Dengan kata lain bagaimana kita terhadap sebentuk situasi dan kondisi: Menilai, Menganalisa, Merasionalisasikannya, Mengambil/Menentukan keputusan, serta Melaksanakan keputusan itu. Hal-hal diatas terntu saja menuntut sebentuk perilaku positif manusia. Seperti : Leadership, Judgement, Determination, Integrity, Patience/Kecermatan, dan seterusnya untuk dapat melaksanakannya dengan baik. Emosi adalah sebentuk reaksi perasaan yang timbul bila menghadapi situasi dan kondisi tertentu. Dapat dianggap sebagai suatu kewajaran, tetapi tidak jarang sesungguhnya tidak bersifat rasional. Rasa Takut, Kesal, Kesepian, Patah Semangat, Frustasi, adalah contoh-contoh yang dapat berkembang menjadi potensi bahaya.

d. Kondisi Kemampuan Pemahaman Lingkungan (Enviromental Skills)

Pamahaman akan segala bentuk sifat dan karakter dari lingkungan gunung dan hutan dituntut bagi pelaku yang berkegiatan disana. Segala sifat dan karakter lingkungan yang dapat menjadi potensi bahaya harus bisa dinilainya; tetapi sifat dan karakter yanhg dapat dimanfaatkan harus pula dapat dipahaminya. Sifat dan karakter lingkungan itu bukan dianggap sebagai musuh, tetapi bagaimana ia harus mampu bernegosiasi dengan segala kemampuan yang dimilinya. Ketidakmampuan memahami segala karakter dan sifat lingkungan dimana ia berkegiatan akan dapat menimbulkan potensi bahaya.

3. Nasib Buruk dan Baik

Hal utama dari sikap pendekatan kita terhadap nasib baik dan buruk mungkin yang terbaik adalah sebagai berikut: Adanya nasib buruk adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Apabila terjadi pada kita, terimalah sebagai suatu realita bukan dengan reaksi emosi yang negatif seperti : Kesal, Menyesali, Marah dst. Hal terpenting yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita dapat mengatasinya dengan bijak dan tepat. Mendapatkan nasib baik harus kita sadari hanya benar-benar sebuah keberuntungan. Hal ini jangan kita jadikan sandaran untuk tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan selanjutnya. Tidak rela menerima adanya nasib buruk dan tidak menyadari itu hanyalah sebuah keberuntungan, akan menjadi suatu potensi bahaya bagi kita.

JENIS-JENIS JERAT RANJAU HEWAN

   Jenis-Jenis Jerat   Groun Snare         Perangkap ini di buat pada jalur yang selalu binatang datang, untuk itu kita perl...

Temukan di sini